Sabtu, 13 Februari 2010

Asimilasi Tionghoa Mewujud Dalam Imlek

Imlek 2010 merupakan perayaan tahun baru terpenting bagi etnis Tionghoa (China), dimulai di hari pertama bulan pertama di penaggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal ke lima belas (pada saat bulan purnama).

Di negeri China, Tahun Baru Cina dirayakan dengan tradisi sangat beragam. Ada perjamuan makan malam serta pesta kembang api.

Sementara itu, di Indonesia ada beberapa daerah yang banyak bermukim etnis China, seperti Palembang, Bangka-Belitung, Medan, Singkawang, Pontianak dan beberapa kota di Jawa (Jakarta, Semarang dan Surabaya), pelaksanaan Imlek juga makin meriah.

Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di sejumlah negara Asia. Tahun Baru Cina juga dirayakan di daratan Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi China.

Perayaan tahun baru Imlek sempat dilarang di Indonesia pada 1965-1998. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Karena itu, di kalangan etnis China, Gus Dur atau Abdurrahman Wahid, amat dihormati dam diberi gelar sebagai tokoh pluralisme.

Presiden Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.

Imlek, yang tahun 2010 Masehi dirayakan bertepatan dengan hari Valentine 14 Februari, bukan sekadar ritual tahunan. Ada tradisi yang menyatu dengan kepercayaan.

Seperti juga pada sejumlah penganut agama, Imlek juga memiliki makna simbolik bagi etnis China di mana pun berdomisili. Kue keranjang, misalnya, dimaknai supaya setiaap tahun agar setiap orang dapat mencapai prestasi gemilang pada pergantian tahun.

Oleh karena itu, kue keranjang menjelang Imlek banyak dijumpai. Semua warga etnis China menyajikan kue keranjang.

Belum lagi ikan bandeng, dalam ukuran besar, banyak dijumpai di sejumlah pasar trandisional dan mal. Ikan bandeng juga dimaknai sebagai pembawa berkah dan rezeki melimpah. Demikian juga jeruk, yang besarnya seperti bola, kerap laris karena dianggap sebagai pembawa keberuntungan.

Henki Hali, pengurus Yayasan Dharma Bakti di kawasan Petak Sembilan, Glodok, mengatakan, jenis makanan tersebut akan membawa keberuntungan.

Kini kawasan pecinan di sekitar Glodok, Jakarta Barat, makin ramai dikunjungi warga keturunan Tionghoa. Kebanyakan di antara mereka berbelanja untuk keperluan Imlek. Kawasan ini terkenal sebagai pusat perbelanjaan barang-barang keperluan Imlek. Mulai dari makanan hingga pernak-pernik Imlek tersedia di sini.

Kebanyakan yang dijual di sini adalah angpao atau amplop wadah uang berwarna merah. Umumnya saat Imlek saudara yang lebih tua memberikan angpao pada yang lebih muda. Yang menarik dari pemandangan di kawasan pertokoan di kawasan itu adalah para penjual pernak-pernik Imlek adalah etnis Jawa atau Betawi.

Sesekali penjual menyampaikan salam, "Gong Xi Fat Cai ".

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright by Batam  |  SEO by Blogspot tutorial Support JAVA'S GROUP